2022

Peranan Pendidikan Islam Sebagai Sarana Membumikan Nilai-Nilai Al-Qur’An Dalam Masyarakat

Peranan Pendidikan Islam Sebagai Sarana Membumikan Nilai-Nilai
Al-Qur’An Dalam Masyarakat
Peranan Pendidikan Islam Sebagai Sarana Membumikan Nilai-Nilai
Al-Qur’An Dalam Masyarakat
Peranan Pendidikan Islam Sebagai Sarana Membumikan Nilai-Nilai Al-Qur’an dalam Masyarakat

TOPIK : MEMBUMIKAN AL QURAN

I.                   PENDAHULUAN
Membumikan Al qur’an yaitu merupakan upaya untuk mengakibatkan Al qur’an itu sendiri menjadi akrab dalam kehidupan sehari-hari dan menempel di hati khalayak khususnya kaum muslimin yang telah mengakudirinya sebagai orang islam. Di antara fungsi al-Qur’an yaitu sebagai petunjuk, penerang jalan hidup, pembeda antara yang benar dan salah, penyembuh penyakit hati, pesan yang tersirat atau petuah dan sumber informasi.
Tuntunan dan anjuran untuk mempelajari al-Qur’an dan menggali kandungannya serta membuatkan ajaran-ajarannya dalam praktek kehidupan masyarakat merupakan tuntunan yang tak akan pernah habis. Menghadapi tantangan dunia modern yang bersifat sekuler dan meterialis, banyak masyarakat islam yang jauh dan abnormal dengan kitab sucinya sehingga umat Islam dituntut untuk mengatakan bimbingan dan anutan al-Qur’an yang bisa memenuhi kekosongan nilai moral kemanusiaan dan spiritualutas, di samping mengambarkan ajaran-ajaran al-Qur’an yang bersifat rasional dan mendorong umat insan untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran serta kesejahteraan.
Poin utama dalam karya ilmiah ini yaitu mencari upaya yang sungguh-sungguh semoga pendidikan islam menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mencerdaskan dan mendekatkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dalam kehidupan bangsa. Mencerdaskan nalar pikiran dan sekaligus mencerdaskan Qalbu merupakan langkah yang sangat efektif dalam membangun bangsa yang ketika ini memerlukan generasi-generasi mempunyai kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Kedua kecerdasan ini hanya akan di peroleh bilamana forum pendidikan menggali dan menyelami nilai-nilai yang diajarkan al-Qur’an dalam membangun generasi-generasi yang berkualitas dengan cara membumisasikan nilai-nilai Qur’ani dalam sistem pendidikan Islam.
Maka dari itu pendidikan Islam menjadi sangat berperan sebagai sarana yang paling efektif untuk membumikan nilai-nilai al-Qur’an di dalam masyarakat, seiring dengan perkembangan ideologi-ideologi dari barat yang semakin usang semakin mengikis habis beradaban dan ilmu-ilmu Islam,dan menjauhkan orang-orang Islam itu sendiri jauh dari al-Qur’and dan bahkan merasa abnormal dengan al-Qur’an itu sendiri sebagai tuntunan dan pedoman hidupnya.


II.                RUMUSAN MASALAH

Dari pendahuluan diatas, maka mencullah beberapa rumusan persoalan yang akan kami dibahas dalam karya ilmiyah ini, sebagai berikut:
1.      Bagaimana syarat dan makna membumikan nilai-nilai al-Qur’an dalam masyarakat melalui pendidikan islam?
2.      Apa tujuan dan taktik pendidikan islam dalam membumikan al-Qur’an?
3.      Bagaimanakah peranan pendidikan Islam dalam membumikan nilai-nilai al-Qur’an?

III.             PEMBAHASAN

1.      Syarat dan Makna Membumikan Nilai-Nilai Al-Qur’an dalam Masyarakat Melalui Pendidikan Islam
Ungkapan “membumikan al-Qur’an” sehingga karenanya perlu dibumikan. Dalam makna metaforiknya, perkataan “membumikan al-Qur’an” mengisyaratkan jauhnya al-Qur’an dari  kenyataan kehidupan yang kita hadapi. Padahal idealnya al-Qur’an itu akrab dengan kehidupan kita ketika ini.akan tetapi pada kenyataannya yang diterapkan hanya 5% saja dari al-Qur’an, padahal seharusnya 100% al-Qur’an harus diterapkan. Untuk sanggup mewujudkan kondisi ideal ini, di perlukan upaya konkrit yang mendasar berupa kegiatan memahami dan menerapkan al-Qur’an itu kedalam realitas yang ada. Memahami yaitu kegiatan yang pertama, sedang buahnya yaitu penerapan dalam kenyataan. Berangkat dari sini maka membumikan al-Qur’an sanggup di beri arti sebagai upaya memahami dan menerapkan al-Qur’an secara tepat dalam realitas melalui sistem pendidikan Islam.[1]
Dalam Islam keimanan yaitu adalah sebuah realitas yang jauh lebih dari sekedar pemahaman, akan tetapi juga kehendak hati, kepasrahan, kerendahan hati, sebuah tindakan dan cinta. Seorang astronom mengetahui bintang-bintang, tetapi ia tidak punya dan kecenderungan terhadap bintang-bintang itu, spesialis mineral tidak niscaya mempunyai perasaan terhadap tambang dan mineral, begitu juga dengan orang-orang yang mengerti dan paham perihal isi dan kandungan al-Qur’an, akan tetapi tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.[2]
Orang-orang shalih menjadikan  al-Qur’an sebagai pemurni nurani-nurani mereka dan menjadi penghiasnya, maka orang-orang yang mengamalkan al-Qur’ansemakin bangga hatinya, bertambah rasa syukur dan kwalitas taqwanya.[3] Membumikan al-Qur’an yaitu upaya memahami dan manerapkan al-Qur’an secara tepat dalam realitas. Dari sini sanggup dirumuskan bahwa syarat untuk membumikan al-Qur’an ada 2 :
Pertama adanya pemahaman yang shahih terhadap al-Qur’an. Pemahaman yang shahih terhadap al-Qur’an diperoleh dengan mempelajari al-Qur’andengan perangkat-perangkat ilmu-ilmu keislaman yang bertolak dari Aqidah Islamiyah (tsaqofah Islamiyah). Misalnya ilmu tafsir, ilmu hadits, bahasa Arab dan sebagainya.
Kedua adanya penerapan yang shahih terhadap al-Qur’an, yaitu penerapan melalui institusi negara (Daulah Khilafah Islamiyyah) alasannya hanya dengan institusi inilah penerapan al-Qur’an secara tepat akan sanggup diwujudkan.[4] Sedangkan Negara yang ada sekarang, sesungguhnya tidaklah bisa memikul kiprah menerapkan al-Qur`an secara paripurna, alasannya negara republik yang ada kini tidak diciptakan untuk mengabdi kepda Islam. Sehingga penerapan al-Qur`an hanya dijadikan sebatas urusan pribadi, bukan urusan publik atau urusan Negara. Kalaupun dijadikan urusan negara, itu pun terbatas pada masalah-masalah  ibadah mahdhah menyerupai ibadah haji, atau muamalah sempit menyerupai aturan keluarga menyerupai nikah, talak, cerai, rujuk, dan waris.

2.      Tujuan dan Strategi Pendidikan Islam
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup insan dalam Islam, yaitu untuk membuat pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada Nya, dan dapatmencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Dalam konteks sosiologi probadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil’alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup insan dalam Islam inilah yang sanggup disebut juga sebagai tujuan simpulan pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifikmenjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan pendidikan Islam. Sehingga konsep pendidikan Islam kesannya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus sanggup pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umumpendidikan Islam ialah terwujudnya insan sebagai hamba Allah. Kaprikornus berdasarkan Islam, pendidikan haruslah mengakibatkan seluruh insan yang menghambakan kepada Allah. Yanmg dimaksud menghambakan diri yaitu beribadah kepada Allah. Karena sebagian orang mengira bahwa ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, puasa pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, srerta mengucaokan syahadat. Tetapi bergotong-royong ibadah itu meliputi semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinyaagar ia sanggup mengamalkan nya dengan cara yang benar, dengan mengakibatkan al-  qur’an dan hadits sebagai sumber utama dan pedoman hidup.
 Ibadah yaitu jalan hidup yang meliputi seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan insan berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah SWT.[5]
Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk insan yang berkarakter Islam dan menyempurnakan akhlaknya, yakni: Pertama, berkepribadian Islam atau berwatakkan islam. Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus mempunyai dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam.
Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw, yaitu:
  1. Menanamkan aqidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori aqidah tersebut, yaitu sebagai ‘aqîdah ‘aqliyyah; aqidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam.
  2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah mempunyai aqidah Islam semoga cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi aqidah yang diyakininya.
  3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah islâmiyyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
Kedua, menguasai tsaqâfah Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu.
Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Menguasai IPTEK diharapkan semoga umat Islam bisa mencapai kemajuan material sehingga sanggup menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam tetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu kalau ilmu-ilmu tersebut sangat diharapkan umat, menyerupai kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll.
Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan mudah serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melakukan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT.
Sebagaimana penguasaan IPTEK, Islam juga mengakibatkan penguasaan keterampilan sebagai fardhu kifayah, yaitu kalau keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, menyerupai rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.[6]
Strategi Pendidikan Islam
            Strategi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai. Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dengan tujuan semoga siswa menerima suatu pengetahuan yang bersifat kognitif, dengan menggunakan taktik pembelajaran yang efektif yaitu taktik yang sanggup membuat siswa menjadi lebih aktif semenjak memulai pelajaran hingga selesai.[7]
            Dengan demikian, kendali pembelajaran bukan berada dalam kendali guru atau pendidik seutuhnya. Guru hanya sebagai fasilitator. Dengan suasana pembelajaran menyerupai ini, siswa akan banyak terlibat secara aktif, otomatis siswa tidak akan merasa bosan dan gampang serta mengamalkannya.



Jenis-jenis Strategi Pendidikan
Secara umum, ketika dilihat dari segi penekanannya, taktik pendidikan sanggup dibagi menjadi tiga:
a.       Strategi mencar ilmu mengajar yang berpusat pada guru
b.      Strategi mencar ilmu mengajar yang berpusat pada penerima didik
c.       Strategi mencar ilmu mengajar yang berpusat pada bahan pengajaran
Secara khusus, para pakar membagi strategipembelajaran pada jenis-jenis yang banyak sekali, diantaranya: taktik kontekstual, taktik pembelajaran afektif, taktik pembelajaran kooperatif, taktik pembelajaran berbasis masalah, taktik pembelajaran ekspositori, taktik pembelajaran inkuiri.[8]

3.      Peranan Pendidikan Islam Dalam Membumikan Nilai-Nilai Al-Qur’an
Peranan pendidikan dalam pengembangan kualitas sumber daya insani secara mikro, sebagai proses mencar ilmu mengajar yaitu: sebagai alih pengetahuan (transfer knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan alih nilai (transfer of value).[9]
 Fungsi pendidikan sebagai alih pengetahuan sanggup di tinjau dari teori “human capital”, bahwa pendidikan tidak di pandang sebagai barabng konsumsi belaka tetapi juga sebagai sebuah investasi. Hasil investasi ini berupa tenaga kerja yang mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam proses produksi dan pembangunan pada umumnya. Dalam kaitan ini proses alih pengetahuan dalam rangka training ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berkembangnya insan pembangunan. Dengan ilustrasi yang serupa, proses alih pengetahuan ini juga berperan pada proses pembudayaan dan training iman, takwa dan sopan santun mulia.[10]Dengan kata lain membangun fondasi terlebih dahulu (tauhidnya), sebelum mendirikan bangunan (cabang-cabang kepercayaan yang lain). Mendahulukan hal yang terpenting barulah disusul hal-hal yang penting.[11]
Di lihat dari sejarah peranan pendidikan Islam pada masa walisongo pengaruhnya pun masih terlihat hingga ketika ini, salah satunya pendidikan pesantren yang mula-mula dirintis oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim yaitu suatu model pendidikan Islam yang digunakan oleh pendeta dan biksudalam mengajar dan berlajar. Oleh alasannya itu pendidikan islam di masa itu menggunakan mandala-mandala Hindu-Budha dalam rangka untuk membumikan al-Qur`an dalam masyarakat yang ketika itu budaya Hindu-Budha sudah sangat membudaya dan turun temurun.[12] Sehingga dalam alih pengetahuan pada masa itu menyesuaikan budaya pada ketika itu untuk membangun masyarakat Qur’ani.
Fungsi pendidikan sebagai sarana alih metode terutama sangat berperan pada pengembangan kemampuan penerapan teknologi dan profesionalitas seseorang. penguasaan teknologi dalam sistem pembelajaran informasi merupakan sesuatu yang harus dikuasai oleh pendidikan agama. Menguasai peluang atau manejemen masa depan diharuskan sanggup mengetahui dan menguasai informasi. Menguasai teknologi dan informasi sama artinya dengan menguasai masa depan. Tegasnya penguasaan teknologi dan informasi tidak sanggup dipisahkan dari kehidupan pendidikan agama masa depan.[13]Ketika anak didik dengan pendidikan yang baik yang mengembangkan potensi atau kecenderungan yang baik maka ia akan menjadi baik, akan tetapi sebaliknya kalau ia di didik dengan pendidikan yang cenderung mengembangkan potensi jahatnya maka ia akan menjadi orang jahat.[14]
Fungsi pendidikan sebagai proses alih nilai, secara makro mempunyai tiga sasaran. Pertama, bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk insan yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotor di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Kedua, dalam sistem ini nilai yang dialihkan juga termasuk nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan sopan santun mulia yang senantiasa menjaga harmonisasi hubungan dengan Tuhan, dengan sesama insan dan dengan alam sekitarnya. Ketiga, dalam alih nilai juga sanggup ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti; penghargaan akan waktu, disiplin , etos kerja, kemandirian , kewirausahaan, dan sebagainya. Pembinaan iman, takwa dan sopan santun mulia serta pembudayaan intinya meliputi training perihal keyakinan, sikap, perilaku, dan sopan santun mulia serta nilai-nilai luhur budaya bangsa. Semua aspek kehidupan tersebut sanggup berkembang apabila ada pemahaman, wawasan keagamaan dan budaya yang di perolehdari proses alih pengetahuan, serta internalisasi nilai-nilai al-Qur’an dan budaya yang di peroleh dari proses alih nilai.[15]  
Sehingga pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai al-Qur`an akan memegang peranan signifikan dalam memperkokoh ketahanan rohani umat manusia. Jika pendidikan al-Qur`an terus di kembangkan secara berkesinambungan, maka nilai-nilai al-Qur`an akan bisa mendampingi bangsa Indonesia dalam melukis sejarah dengan tinta emas pengetahuan. Atas dasar itu menjadi kewajiban bagi seluruh komponen bangsa, khususnya pendidikan agama, pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi tinggi Islam dan lainnya untuk terus memasyarakatkan al-Qur`an dengan menekatkan pada pendalaman isi serta kandungan yang sudah tentu dimulai dengan kemampuan membaca al-Qur`an. Dalam hubungan ini peranan masyarakat, khususnya forum pendidikan al-Qur`an ormas Islam dan para ulama serta pemuka masyarakat pada umumnya ikut memilih bagi tercapainya tujuan tersebut.


IV.             KESIMPULAN

·                    Syarat yang harus di penuhi untuk membumikan al-Qur’an ada dua, Pertama adanya pemahaman yang shahih terhadap al-Qur’an, Kedua adanya penerapan yang shahih terhadap al-Qur’an, sehingga al-Qur’an tidak lagi abnormal dalam kehidupan bermasyarakat.
Makna dari membumikan al-Qur’an itu sendiri yaitu menurunkan al-Qur’an yang masih melangit, mengisyaratkan bahwa jauhnya al-Qur’an dari kenyataan kehidupan yang kita hadapi. Padahal idealnya al-Qur’an itu akrab dengan kehidupan kita ketika ini.

·                    Tujuan utama pendidikan islam ialah untuk menjadikannya selaras dengan tujuan utama insan berdasarkan Islam , yakni beribadah kepada Allah, yang meliputi seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan insan berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah SWT diantaranya Pertama, membentuk langsung yang berkarakter Islam Kedua, menguasai tsaqâfah Islam Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (IPTEK) Keempat, mempunyai keterampilan yang memadai.
Strategi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai. Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dengan tujuan semoga siswa menerima suatu pengetahuan yang bersifat kognitif, dengan menggunakan taktik pembelajaran yang efektif yaitu taktik yang sanggup membuat siswa menjadi lebih aktif semenjak memulai pelajaran hingga selesai, sehingga taktik dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai al-Qur’an dalam diri siswa.

·                    Peranan pendidikan dalam pengembangan kualitas sumber daya insani secara mikro, sebagai proses mencar ilmu mengajar yaitu: sebagai alih pengetahuan (transfer knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan alih nilai (transfer of value). Jadi, peranan pendidikan islam menjadi sangatlah penting dalam memilih terwujudnya masyarakat yang Qur’ani, yang mengakibatkan al-Qur’an benar-benar sebagai pedoman hidupnya.
Demikian karya ilmiyah yang kami susun. kritik, dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan karya ilmiyah selanjutnya. Akhir kata, semoga karya ilmiyah kami sanggup bermanfaat bagi pembaca. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Murtadha Muthahhari. 2005. Potret Insan Kamil Meneropong Karakteristik Manusia Sempurna. Bina Media: Yogtakarta.
Syekh Abdullah bin Umar al-Haddad. 2007. Misteri Ajaran Ma’rifat Ilmu Sejati. Mitrapress.
Mansyur . 1996. Strategi mencar ilmu mengajar. Penerbit Depag
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Kencana:  Jakarta.
Said Agil Husain Al Munawar. 2005.  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem  Pendidikan  Islam. PT. Ciputat Press: Ciputat.
Maftuh Ahnan, dkk.2011. Menghindari Bahaya Riya’ (Pamer Amal). Delta Prima Press.
Ridin Sofwan, dkk. 2000.Islamisasi di jawa. Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI): Yogyakarta.
Juwariyah. 2010. Hadis tarbawi.Teras: Yogyakarta.
http://www.gaulislam.com/membumikan-al-Qur’an, 24/08/20013
http: //www.Abinehanafi.blogspot.com




[1]http//www.gaulislam.com/membumikan-al-Qur’an, 24/08/20013
[2]Murtadha Muthahhari. 2005. Potret Insan Kamil Meneropong Karakteristik Manusia Sempurna. Bina Media: Yogtakarta. hlm. 67
[3]Syekh Abdullah bin Umar al-Haddad. 2007. Misteri Ajaran Ma’rifat Ilmu Sejati. Mitrapress. Hlm.165
[4]http//www.gaulislam.com/membumikan-al-Qur’an, 24/08/20013
[5] http: //www.Abinehanafi.blogspot.com
[7] Mansyur . 1996. Strategi mencar ilmu mengajar. Penerbit Depag. Hlm. 26
[8] Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Kencana:  Jakarta. Hlm. 42
[9] Said Agil Husain Al Munawar. 2005.  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem  Pendidikan  Islam. PT. Ciputat Press: Ciputat. Hlm. 11
[10]Said Agil Husain Al Munawar. 2005.  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem  Pendidikan  Islam. PT. Ciputat Press: Ciputat. Hlm. 12
[11] Maftuh Ahnan, dkk.2011. Menghindari Bahaya Riya’ (Pamer Amal). Delta Prima Press. Hlm 150
[12]Ridin Sofwan, dkk. 2000.Islamisasi di jawa. Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI): Yogyakarta. Hlm. 273
[13]Said Agil Husain Al Munawar. 2005.  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem  Pendidikan  Islam. PT. Ciputat Press: Ciputat. Hlm. 13
[14] Juwariyah. 2010. Hadis tarbawi.Teras: Yogyakarta. Hlm. 4
[15] Said Agil Husain Al Munawar. 2005.  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem  Pendidikan  Islam. PT. Ciputat Press: Ciputat. Hlm. 14
Advertisement